Tulisan satu : Permulaan
Sunday, November 22, 2015 @ 9:10 PM
| 0 notes
Kau tahu, ketika aku melihatmu
waktu itu? Hatiku rasanya berkata :
“Iya, akhirnya seseorang datang,
bukan?”
Tapi apa yang kau lakukan? Kau
marah padaku. Aku yang tadi rasanya ingin berlonjak-lonjak kegirangan, seketika
menjadi kesal. Aku mengikuti langkahmu dengan ujung mataku. Bertanya-tanya
apalagi yang akan kau lakukan. Jujur saja, kau membawa serangkaian masalah
malam itu. Kita bahkan tidak mengenal satu sama lain. Maksudku, kita bahkan
baru pertama kali ini bertemu! Dan, ya Tuhan, kau datang dengan membawa
masalah. Tidak, bukan membawa, kau memberi. Iya, kau memberiku masalah malam
itu.
Karena aku kesal dan tidak mau
kalah, aku menghampirimu lagi bukan? Malam itu? Tapi lihat apa yang kau
lakukan! Kau masih saja protes. Membuat darahku mendidih rasanya. “Dasar! Laki-laki tidak tahu diri!” pikirku
dalam hati. Tapi dalam hitungan detik, rasa kesal itu hilang. Ketika kau mengucapkan
sesuatu yang tak terduga dari mulutmu itu, sambil menepuk-nepuk lenganku. Iya,
laki-laki yang tidak kukenal yang telah marah padaku itu, menepuk-nepuk lenganku sambil tersenyum.
Seusai malam itu, rasanya kau
terus muncul di depanku. Entah karena memang kau datang untuk memenuhi
keperluanmu, atau aku saja yang merasa semua hal ini begitu spesial,
seolah-olah takdir. Tapi aku tahu, kau hanya melakukan tugasmu dan akulah
satu-satunya yang penuh harap. Tapi aku masih tidak bisa menerima kenyataan.
Ketika melihatmu lagi tadi malam, terduduk disitu sendiri dengan tatapan fokus
yang memerhatikan segala pergerakan, aku tidak peduli. Aku tidak peduli
bagaimana pahitnya kenyataan yang sudah kuketahui tentangmu, aku masih saja
melihatmu dari kejauhan. Maksudku, rasanya aku tidak akan pernah berhenti
berharap. Walau aku tahu, itu salah. Tapi apa yang harus kulakukan, jika
melihatmu, mengagumimu dari jauh, terasa sangat benar?
Kau bahkan membuatku menulis tentang dirimu. Sial.
Tulisan satu : Permulaan
Sunday, November 22, 2015 @ 9:10 PM
| 0 notes
Kau tahu, ketika aku melihatmu
waktu itu? Hatiku rasanya berkata :
“Iya, akhirnya seseorang datang,
bukan?”
Tapi apa yang kau lakukan? Kau
marah padaku. Aku yang tadi rasanya ingin berlonjak-lonjak kegirangan, seketika
menjadi kesal. Aku mengikuti langkahmu dengan ujung mataku. Bertanya-tanya
apalagi yang akan kau lakukan. Jujur saja, kau membawa serangkaian masalah
malam itu. Kita bahkan tidak mengenal satu sama lain. Maksudku, kita bahkan
baru pertama kali ini bertemu! Dan, ya Tuhan, kau datang dengan membawa
masalah. Tidak, bukan membawa, kau memberi. Iya, kau memberiku masalah malam
itu.
Karena aku kesal dan tidak mau
kalah, aku menghampirimu lagi bukan? Malam itu? Tapi lihat apa yang kau
lakukan! Kau masih saja protes. Membuat darahku mendidih rasanya. “Dasar! Laki-laki tidak tahu diri!” pikirku
dalam hati. Tapi dalam hitungan detik, rasa kesal itu hilang. Ketika kau mengucapkan
sesuatu yang tak terduga dari mulutmu itu, sambil menepuk-nepuk lenganku. Iya,
laki-laki yang tidak kukenal yang telah marah padaku itu, menepuk-nepuk lenganku sambil tersenyum.
Seusai malam itu, rasanya kau
terus muncul di depanku. Entah karena memang kau datang untuk memenuhi
keperluanmu, atau aku saja yang merasa semua hal ini begitu spesial,
seolah-olah takdir. Tapi aku tahu, kau hanya melakukan tugasmu dan akulah
satu-satunya yang penuh harap. Tapi aku masih tidak bisa menerima kenyataan.
Ketika melihatmu lagi tadi malam, terduduk disitu sendiri dengan tatapan fokus
yang memerhatikan segala pergerakan, aku tidak peduli. Aku tidak peduli
bagaimana pahitnya kenyataan yang sudah kuketahui tentangmu, aku masih saja
melihatmu dari kejauhan. Maksudku, rasanya aku tidak akan pernah berhenti
berharap. Walau aku tahu, itu salah. Tapi apa yang harus kulakukan, jika
melihatmu, mengagumimu dari jauh, terasa sangat benar?
Kau bahkan membuatku menulis tentang dirimu. Sial.