4 September 2016
Sunday, September 4, 2016 @ 7:11 AM
| 0 notes
Hari pertama aku melihatmu, aku tahu kau akan menjadi bom waktu.
Bom waktu? Apa maksudnya? Jujur, aku sendiri pun tak tahu. Satu hal yang sangat jelas adalah, menurutku, kelak kau akan hancur berkeping.
Kau tahu, apa yang membuatku tertarik padamu?
Kau, menatap orang-orang dengan cara yang berbeda-beda. Dan hal itu membuatku tertarik. Tertarik untuk lebih tahu, tertarik untuk menyelam jauh.
Kenapa kau melakukan ini, dan itu?
Apakah kau memang tersenyum?
Mengapa matamu berkata sebaliknya? Bisa kau beri tahu aku ada rasa apa jauh didalamnya?
Mengapa kau sembunyikan? Seburuk itu kah rasa itu? Seperih itu kah?
Mohon, beri tahu aku. Atau setidaknya, bagi rasa itu denganku.
Tetapi kau hanya diam, dan aku masih terus menyelam.
Aku ingin kembali untuk menarik napas. Tetapi mungkin, dalam perjalananku menuju permukaan, aku lah satu-satunya yang akan hancur berkeping. Mungkin aku juga adalah sebuah bom waktu dari awal. Kau tahu, kita akan membuat ledakan luar biasa bersama. Tapi kurasa, kita hanya diperbolehkan untuk meledak sendiri-sendiri.
Walau, suatu saat nanti, dalam perjalananku, dalam penyelamanku, aku akan hancur berkeping, aku tidak akan pernah menyesalinya.
Jika aku diberi kesempatan sekali lagi, dua kali, atau bahkan berkali-kali, aku akan tetap menyelami pikirmu, khayalmu.
Aku juga tahu, aku tidak akan pernah berhenti.
Aku masih menyelam. Selalu akan begitu.
Tulisan satu : Permulaan
Sunday, November 22, 2015 @ 9:10 PM
| 0 notes
Kau tahu, ketika aku melihatmu
waktu itu? Hatiku rasanya berkata :
“Iya, akhirnya seseorang datang,
bukan?”
Tapi apa yang kau lakukan? Kau
marah padaku. Aku yang tadi rasanya ingin berlonjak-lonjak kegirangan, seketika
menjadi kesal. Aku mengikuti langkahmu dengan ujung mataku. Bertanya-tanya
apalagi yang akan kau lakukan. Jujur saja, kau membawa serangkaian masalah
malam itu. Kita bahkan tidak mengenal satu sama lain. Maksudku, kita bahkan
baru pertama kali ini bertemu! Dan, ya Tuhan, kau datang dengan membawa
masalah. Tidak, bukan membawa, kau memberi. Iya, kau memberiku masalah malam
itu.
Karena aku kesal dan tidak mau
kalah, aku menghampirimu lagi bukan? Malam itu? Tapi lihat apa yang kau
lakukan! Kau masih saja protes. Membuat darahku mendidih rasanya. “Dasar! Laki-laki tidak tahu diri!” pikirku
dalam hati. Tapi dalam hitungan detik, rasa kesal itu hilang. Ketika kau mengucapkan
sesuatu yang tak terduga dari mulutmu itu, sambil menepuk-nepuk lenganku. Iya,
laki-laki yang tidak kukenal yang telah marah padaku itu, menepuk-nepuk lenganku sambil tersenyum.
Seusai malam itu, rasanya kau
terus muncul di depanku. Entah karena memang kau datang untuk memenuhi
keperluanmu, atau aku saja yang merasa semua hal ini begitu spesial,
seolah-olah takdir. Tapi aku tahu, kau hanya melakukan tugasmu dan akulah
satu-satunya yang penuh harap. Tapi aku masih tidak bisa menerima kenyataan.
Ketika melihatmu lagi tadi malam, terduduk disitu sendiri dengan tatapan fokus
yang memerhatikan segala pergerakan, aku tidak peduli. Aku tidak peduli
bagaimana pahitnya kenyataan yang sudah kuketahui tentangmu, aku masih saja
melihatmu dari kejauhan. Maksudku, rasanya aku tidak akan pernah berhenti
berharap. Walau aku tahu, itu salah. Tapi apa yang harus kulakukan, jika
melihatmu, mengagumimu dari jauh, terasa sangat benar?
Kau bahkan membuatku menulis tentang dirimu. Sial.
And then life gave me a lemon.
Saturday, August 29, 2015 @ 7:59 PM
| 0 notes
I thought it was fun.
Setiap pagi aku membuka mata, aku bertanya-tanya mengapa tidak ada Mama yang mengetuk pintuku dan berkata "Sha, sudah siang. Sholat shubuh nak." Kemudian aku sadar, oh iya, ini bukan di rumah.
Lalu aku ingat pekikan tawa dan derap langkah yang biasanya membuatku kesal setengah mati. Tapi anehnya sekarang aku rindu. Aku rindu memergoki kedua adikku sedang bermain di atas tempat tidurku, menghamburkan segala sesuatu yang mereka bisa. Padahal ketika di rumah aku sering marah-marah pada mereka, tapi sekarang, demi Tuhan aku tidak masalah jika harus mendengarnya berjam-jam sekalipun.
Keluargaku memang sering bepergian tanpaku, membuat aku yakin benar bahwa mudah bagiku untuk hidup sendiri. Tetapi ketika bukan melodi gitar dan alunan bunyi lagu Iwan Fals dari bibir Papa yang biasa kudengar ketika keluar kamar membuatku sesak.
Ketika berjalan ke dapur, bukan lagi harum makanan enak yang tercium. Tidak ada lagi pertanyaan yang terlontar seperti "Masak apa, ma?" melainkan hanya senyum meringis, mengingat bahwa Mama tidak disini untuk aku tanyai.
Ketika hari Minggu datang, biasanya aku selalu bertanya "Ma, Pa, hari ini jalan kemana?" Tapi sekarang aku cuma bisa bertanya "Hari ini biar tidak sepi harus berbuat apa?" kepada diri sendiri.
Ternyata aku salah, ini tidak ada asiknya sama sekali. Setiap malam ketika letih, aku teringat wajah-wajah mereka yang mengeluarkan air mata ketika meninggalkanku sendiri waktu itu. Waktu itu aku juga menangis. Aku pikir saat itu pertama dan terakhir aku akan menangis, aku tidak menyangka bahwa setiap aku memikirkan rumah aku akan selalu mengeluarkan air mata.
Semenjak disini, aku takut sekali dilahap sepi.
Kuncinya ada padamu
Friday, August 14, 2015 @ 10:36 AM
| 0 notes
Hanya satu kata yang dari tadi aku gumamkan dalam hati.
.
.
.
.
Sialan.
Jika diingat-ingat, aku selalu terjebak dalam situasi seperti ini. Harusnya aku belajar dari hal-hal yang terjadi sebelumnya. Tapi? Realita memang susah untuk sejalan dengan ekspektasi. Masalah yang harus di-elaborasi sekarang adalah bagaimana aku bisa berhenti? bagaimana aku harus mengatasinya?
Sebenarnya aku berharap kamu yang berhenti, agar aku tak perlu pusing. Tapi setelah berpikir seperti itu, ada pertanyaan baru yang muncul. Apakah aku bisa menghadapinya ketika kau berhenti?
Pertanyaan-pertanyaan yang terus bermunculan ini benar-benar meremukkan tubuhku dari dalam. Harusnya aku bisa bersikap profesional dan memilih menganggap hal yang dilakukannya sebagai wujud formalitas, bukan? Tapi, apakah kalian tahu apa yang aku lakukan?
Aku memilih tinggal.
Dan lebih buruknya lagi? Aku merasa bodoh karena tetap melakukannya. Tapi tetap saja, aku masih tak bisa berhenti.
Sialan.
Forgive me.
Monday, April 7, 2014 @ 7:49 AM
| 0 notes
Mom, Dad. I'm so sorry. This whole thing that had happen... I didn't meant to do that. I know I'm such a fool who did everything to be liked by other people. But now I knew, that true friend is the one who stayed when I'm crying. The one who lend her shoulder for me to cry on. Not them who leave and came back when I'm happy.
Mom, Dad. I'm so sorry that I let you both down. Honestly, Mom, Dad. I love you. I'm really sorry. All I can do right now is apologizing to both of you. I'm so sorry for doing bad things. I'm so sorry that I've made both of you humiliated. I know you're just trying to teach me every good things so I wouldn't do anything that I've might regret. I love you guys so much. I'm sorry for everything that happened. I won't do that again. I've crossed my heart.
Hhh. Even the sky is crying tonight. What a lesson to learn. Mom, Dad. I'm Sorry.
Lagi-lagi tentang hati.
Sunday, October 27, 2013 @ 7:12 AM
| 0 notes
Potongan-potongan kejadian disaat itu tidak pernah pudar dari ingatan. Sebenarnya sih, bukan disaat itu saja, karena setiap hari ada-ada saja yang terjadi. Dan anehnya, walaupun sudah berapa lama hal itu berlalu, aku belum bisa lupa. Atau
tidak bisa lupa. Bahkan hal kecil sekalipun, masih tersimpan di dalam otakku. Sangat jelas malah.
Aku tahu, rasa ini datang sendiri dan nantinya akan pergi dengan sendirinya. Jujur, aku tidak rela jika suatu saat rasa ini akan pergi sendiri nantinya. Tapi apa yang bisa hati manusia perbuat? Hal yang paling benar untuk dilakukan itu hanya melepaskan bukan?
Tidak bisa aku bertindak selayaknya aku dan kamu itu sudah ditakdirkan. Siapa yang tahu kemana hidup mengarah? Jadi, untuk saat ini aku hanya bisa melepaskanmu. Siapa tahu, disaat-saat pelepasan itu, muncul yang lebih baik. Yang sebenar-benarnya hak milik, tanpa label ilegal.
Jadi, sebaiknya aku diam. Diam bukan berarti tidak ada lagi pilihan, tetapi menjalani pilihan tersebut. Karena hidup ini baru permulaan, siapa yang tahu apa yang bakal terjadi kedepannya? Ingat saja bahwa
yang baik untuk yang baik pula. Terserah bagaimana engkau mengambil jalannya, jodohmu tidak akan berubah.
Sekiranya jika ini memang cinta, semoga ini adalah cinta yang mengarahkanku kepada-Nya. Jika ini adalah salah satu bentuk ujian dan akan berujung pada maksiat, maka hilangkanlah, jangan sampai celaka.
Kau dan aku harus Istiqomah. Aku yakin kau bisa, aku hanya bisa berdoa untuk kebaikan ini semua.
"Ya Allah, Sekiranya jika aku jatuh cinta, maka jatuhkanlah cintaku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu"
Kamu tau, garis-garis kehidupan dan pertanyaan-pertanyaan itu?
Thursday, October 24, 2013 @ 8:39 AM
| 0 notes
Setelah mendapat pencerahan dari seorang sahabat, akhirnya aku tahu rasa apa yang membuncah ini. Ini adalah rasa bingung, bukan risih. Sampai sekarang pun aku masih bertanya-tanya apa maksudnya mereka melakukan itu, tapi tidak usah terjawab. Biar aku mengetahuinya dengan iringan detik yang bergerak.
Entah apakah garisku yang menabrak garismu atau malah sebaliknya. Tetapi yang jelas, ada satu fragmen atau bahkan lebih - karena kita semua belum tahu apa yang akan terjadi kedepannya - yang menyangkutkan kau kedalam hidupku dan aku dalam hidupmu. Yang jelas ada sesuatu yang harus kau sampaikan dan begitupun aku.
Jadi... daripada kita menerka-nerka, lebih baik kita ikuti saja skenario yang dicatat oleh-Nya. Karena di setiap momen atau fragmen hidup, ada suatu hal yang pasti tersampaikan bukan? Apakah skenario itu indah, atau tidak... Yah, urusan kita yang menyikapi dan menilainya. Satu pesan, jangan menyikapinya hanya dengan satu perspektif. Karena yang buruk itu mungkin hanya kita yang mengira. Sesuatu yang buruk itu belum tentu buruk, karena selama ini dengan bodohnya kita hanya melihatnya dari satu perspektif.
Iya, kita tidak mau melihat perspektif yang lain. Yang lebih menjelaskan, yang lebih berarti, dan yang penting... merupakan penjelasan sesungguhnya.
Deal with loss.
Kehilangan bukan berarti sesuatu yang buruk, bisa saja melalui kehilangan itu kau diajari banyak hal. Dari kehilangan, kau bisa tau bahwa ternyata selama ini pandanganmu terhadap sesuatu itu salah. Pertanyaan-pertanyaan yang terlewat di kepalamu itu... kelak segalanya akan terjawab.
***
4 September 2016
Sunday, September 4, 2016 @ 7:11 AM
| 0 notes
Hari pertama aku melihatmu, aku tahu kau akan menjadi bom waktu.
Bom waktu? Apa maksudnya? Jujur, aku sendiri pun tak tahu. Satu hal yang sangat jelas adalah, menurutku, kelak kau akan hancur berkeping.
Kau tahu, apa yang membuatku tertarik padamu?
Kau, menatap orang-orang dengan cara yang berbeda-beda. Dan hal itu membuatku tertarik. Tertarik untuk lebih tahu, tertarik untuk menyelam jauh.
Kenapa kau melakukan ini, dan itu?
Apakah kau memang tersenyum?
Mengapa matamu berkata sebaliknya? Bisa kau beri tahu aku ada rasa apa jauh didalamnya?
Mengapa kau sembunyikan? Seburuk itu kah rasa itu? Seperih itu kah?
Mohon, beri tahu aku. Atau setidaknya, bagi rasa itu denganku.
Tetapi kau hanya diam, dan aku masih terus menyelam.
Aku ingin kembali untuk menarik napas. Tetapi mungkin, dalam perjalananku menuju permukaan, aku lah satu-satunya yang akan hancur berkeping. Mungkin aku juga adalah sebuah bom waktu dari awal. Kau tahu, kita akan membuat ledakan luar biasa bersama. Tapi kurasa, kita hanya diperbolehkan untuk meledak sendiri-sendiri.
Walau, suatu saat nanti, dalam perjalananku, dalam penyelamanku, aku akan hancur berkeping, aku tidak akan pernah menyesalinya.
Jika aku diberi kesempatan sekali lagi, dua kali, atau bahkan berkali-kali, aku akan tetap menyelami pikirmu, khayalmu.
Aku juga tahu, aku tidak akan pernah berhenti.
Aku masih menyelam. Selalu akan begitu.
Tulisan satu : Permulaan
Sunday, November 22, 2015 @ 9:10 PM
| 0 notes
Kau tahu, ketika aku melihatmu
waktu itu? Hatiku rasanya berkata :
“Iya, akhirnya seseorang datang,
bukan?”
Tapi apa yang kau lakukan? Kau
marah padaku. Aku yang tadi rasanya ingin berlonjak-lonjak kegirangan, seketika
menjadi kesal. Aku mengikuti langkahmu dengan ujung mataku. Bertanya-tanya
apalagi yang akan kau lakukan. Jujur saja, kau membawa serangkaian masalah
malam itu. Kita bahkan tidak mengenal satu sama lain. Maksudku, kita bahkan
baru pertama kali ini bertemu! Dan, ya Tuhan, kau datang dengan membawa
masalah. Tidak, bukan membawa, kau memberi. Iya, kau memberiku masalah malam
itu.
Karena aku kesal dan tidak mau
kalah, aku menghampirimu lagi bukan? Malam itu? Tapi lihat apa yang kau
lakukan! Kau masih saja protes. Membuat darahku mendidih rasanya. “Dasar! Laki-laki tidak tahu diri!” pikirku
dalam hati. Tapi dalam hitungan detik, rasa kesal itu hilang. Ketika kau mengucapkan
sesuatu yang tak terduga dari mulutmu itu, sambil menepuk-nepuk lenganku. Iya,
laki-laki yang tidak kukenal yang telah marah padaku itu, menepuk-nepuk lenganku sambil tersenyum.
Seusai malam itu, rasanya kau
terus muncul di depanku. Entah karena memang kau datang untuk memenuhi
keperluanmu, atau aku saja yang merasa semua hal ini begitu spesial,
seolah-olah takdir. Tapi aku tahu, kau hanya melakukan tugasmu dan akulah
satu-satunya yang penuh harap. Tapi aku masih tidak bisa menerima kenyataan.
Ketika melihatmu lagi tadi malam, terduduk disitu sendiri dengan tatapan fokus
yang memerhatikan segala pergerakan, aku tidak peduli. Aku tidak peduli
bagaimana pahitnya kenyataan yang sudah kuketahui tentangmu, aku masih saja
melihatmu dari kejauhan. Maksudku, rasanya aku tidak akan pernah berhenti
berharap. Walau aku tahu, itu salah. Tapi apa yang harus kulakukan, jika
melihatmu, mengagumimu dari jauh, terasa sangat benar?
Kau bahkan membuatku menulis tentang dirimu. Sial.
And then life gave me a lemon.
Saturday, August 29, 2015 @ 7:59 PM
| 0 notes
I thought it was fun.
Setiap pagi aku membuka mata, aku bertanya-tanya mengapa tidak ada Mama yang mengetuk pintuku dan berkata "Sha, sudah siang. Sholat shubuh nak." Kemudian aku sadar, oh iya, ini bukan di rumah.
Lalu aku ingat pekikan tawa dan derap langkah yang biasanya membuatku kesal setengah mati. Tapi anehnya sekarang aku rindu. Aku rindu memergoki kedua adikku sedang bermain di atas tempat tidurku, menghamburkan segala sesuatu yang mereka bisa. Padahal ketika di rumah aku sering marah-marah pada mereka, tapi sekarang, demi Tuhan aku tidak masalah jika harus mendengarnya berjam-jam sekalipun.
Keluargaku memang sering bepergian tanpaku, membuat aku yakin benar bahwa mudah bagiku untuk hidup sendiri. Tetapi ketika bukan melodi gitar dan alunan bunyi lagu Iwan Fals dari bibir Papa yang biasa kudengar ketika keluar kamar membuatku sesak.
Ketika berjalan ke dapur, bukan lagi harum makanan enak yang tercium. Tidak ada lagi pertanyaan yang terlontar seperti "Masak apa, ma?" melainkan hanya senyum meringis, mengingat bahwa Mama tidak disini untuk aku tanyai.
Ketika hari Minggu datang, biasanya aku selalu bertanya "Ma, Pa, hari ini jalan kemana?" Tapi sekarang aku cuma bisa bertanya "Hari ini biar tidak sepi harus berbuat apa?" kepada diri sendiri.
Ternyata aku salah, ini tidak ada asiknya sama sekali. Setiap malam ketika letih, aku teringat wajah-wajah mereka yang mengeluarkan air mata ketika meninggalkanku sendiri waktu itu. Waktu itu aku juga menangis. Aku pikir saat itu pertama dan terakhir aku akan menangis, aku tidak menyangka bahwa setiap aku memikirkan rumah aku akan selalu mengeluarkan air mata.
Semenjak disini, aku takut sekali dilahap sepi.
Kuncinya ada padamu
Friday, August 14, 2015 @ 10:36 AM
| 0 notes
Hanya satu kata yang dari tadi aku gumamkan dalam hati.
.
.
.
.
Sialan.
Jika diingat-ingat, aku selalu terjebak dalam situasi seperti ini. Harusnya aku belajar dari hal-hal yang terjadi sebelumnya. Tapi? Realita memang susah untuk sejalan dengan ekspektasi. Masalah yang harus di-elaborasi sekarang adalah bagaimana aku bisa berhenti? bagaimana aku harus mengatasinya?
Sebenarnya aku berharap kamu yang berhenti, agar aku tak perlu pusing. Tapi setelah berpikir seperti itu, ada pertanyaan baru yang muncul. Apakah aku bisa menghadapinya ketika kau berhenti?
Pertanyaan-pertanyaan yang terus bermunculan ini benar-benar meremukkan tubuhku dari dalam. Harusnya aku bisa bersikap profesional dan memilih menganggap hal yang dilakukannya sebagai wujud formalitas, bukan? Tapi, apakah kalian tahu apa yang aku lakukan?
Aku memilih tinggal.
Dan lebih buruknya lagi? Aku merasa bodoh karena tetap melakukannya. Tapi tetap saja, aku masih tak bisa berhenti.
Sialan.
Forgive me.
Monday, April 7, 2014 @ 7:49 AM
| 0 notes
Mom, Dad. I'm so sorry. This whole thing that had happen... I didn't meant to do that. I know I'm such a fool who did everything to be liked by other people. But now I knew, that true friend is the one who stayed when I'm crying. The one who lend her shoulder for me to cry on. Not them who leave and came back when I'm happy.
Mom, Dad. I'm so sorry that I let you both down. Honestly, Mom, Dad. I love you. I'm really sorry. All I can do right now is apologizing to both of you. I'm so sorry for doing bad things. I'm so sorry that I've made both of you humiliated. I know you're just trying to teach me every good things so I wouldn't do anything that I've might regret. I love you guys so much. I'm sorry for everything that happened. I won't do that again. I've crossed my heart.
Hhh. Even the sky is crying tonight. What a lesson to learn. Mom, Dad. I'm Sorry.
Lagi-lagi tentang hati.
Sunday, October 27, 2013 @ 7:12 AM
| 0 notes
Potongan-potongan kejadian disaat itu tidak pernah pudar dari ingatan. Sebenarnya sih, bukan disaat itu saja, karena setiap hari ada-ada saja yang terjadi. Dan anehnya, walaupun sudah berapa lama hal itu berlalu, aku belum bisa lupa. Atau
tidak bisa lupa. Bahkan hal kecil sekalipun, masih tersimpan di dalam otakku. Sangat jelas malah.
Aku tahu, rasa ini datang sendiri dan nantinya akan pergi dengan sendirinya. Jujur, aku tidak rela jika suatu saat rasa ini akan pergi sendiri nantinya. Tapi apa yang bisa hati manusia perbuat? Hal yang paling benar untuk dilakukan itu hanya melepaskan bukan?
Tidak bisa aku bertindak selayaknya aku dan kamu itu sudah ditakdirkan. Siapa yang tahu kemana hidup mengarah? Jadi, untuk saat ini aku hanya bisa melepaskanmu. Siapa tahu, disaat-saat pelepasan itu, muncul yang lebih baik. Yang sebenar-benarnya hak milik, tanpa label ilegal.
Jadi, sebaiknya aku diam. Diam bukan berarti tidak ada lagi pilihan, tetapi menjalani pilihan tersebut. Karena hidup ini baru permulaan, siapa yang tahu apa yang bakal terjadi kedepannya? Ingat saja bahwa
yang baik untuk yang baik pula. Terserah bagaimana engkau mengambil jalannya, jodohmu tidak akan berubah.
Sekiranya jika ini memang cinta, semoga ini adalah cinta yang mengarahkanku kepada-Nya. Jika ini adalah salah satu bentuk ujian dan akan berujung pada maksiat, maka hilangkanlah, jangan sampai celaka.
Kau dan aku harus Istiqomah. Aku yakin kau bisa, aku hanya bisa berdoa untuk kebaikan ini semua.
"Ya Allah, Sekiranya jika aku jatuh cinta, maka jatuhkanlah cintaku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu"
Kamu tau, garis-garis kehidupan dan pertanyaan-pertanyaan itu?
Thursday, October 24, 2013 @ 8:39 AM
| 0 notes
Setelah mendapat pencerahan dari seorang sahabat, akhirnya aku tahu rasa apa yang membuncah ini. Ini adalah rasa bingung, bukan risih. Sampai sekarang pun aku masih bertanya-tanya apa maksudnya mereka melakukan itu, tapi tidak usah terjawab. Biar aku mengetahuinya dengan iringan detik yang bergerak.
Entah apakah garisku yang menabrak garismu atau malah sebaliknya. Tetapi yang jelas, ada satu fragmen atau bahkan lebih - karena kita semua belum tahu apa yang akan terjadi kedepannya - yang menyangkutkan kau kedalam hidupku dan aku dalam hidupmu. Yang jelas ada sesuatu yang harus kau sampaikan dan begitupun aku.
Jadi... daripada kita menerka-nerka, lebih baik kita ikuti saja skenario yang dicatat oleh-Nya. Karena di setiap momen atau fragmen hidup, ada suatu hal yang pasti tersampaikan bukan? Apakah skenario itu indah, atau tidak... Yah, urusan kita yang menyikapi dan menilainya. Satu pesan, jangan menyikapinya hanya dengan satu perspektif. Karena yang buruk itu mungkin hanya kita yang mengira. Sesuatu yang buruk itu belum tentu buruk, karena selama ini dengan bodohnya kita hanya melihatnya dari satu perspektif.
Iya, kita tidak mau melihat perspektif yang lain. Yang lebih menjelaskan, yang lebih berarti, dan yang penting... merupakan penjelasan sesungguhnya.
Deal with loss.
Kehilangan bukan berarti sesuatu yang buruk, bisa saja melalui kehilangan itu kau diajari banyak hal. Dari kehilangan, kau bisa tau bahwa ternyata selama ini pandanganmu terhadap sesuatu itu salah. Pertanyaan-pertanyaan yang terlewat di kepalamu itu... kelak segalanya akan terjawab.
***